Rifai currently serves as the Chair of the Secretariat Board of the Kolibri Alliance (AK). His involvement in AK stems from a strong belief in the collective spirit and energy of its members to build an organization that contributes meaningfully to addressing the climate crisis. For Rifai, AK is not merely a platform for collaboration, but a shared space to strengthen grassroots civil society movements committed to social and ecological justice.

\
His engagement in environmental and human rights issues began during his university years, through student movement discussions on democracy, human rights, and sustainability. A deep personal concern over social injustices led him to take direct action in the field. In 1997, he became involved in community advocacy in Padang, West Sumatra, particularly around the impacts of development and oil palm plantation expansion. In 2000, he founded Qbar Society, an organization focused on indigenous rights and sustainable development, where he served as the first Executive Director.

\
Throughout his career, he has also served as the Chair of the Board of Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM)—a member of the Kolibri Alliance—and has been actively involved in strengthening institutional governance, fundraising, and program management across various organizations. He believes that leadership is shaped not only through formal training but also through real-life experience in navigating complex social dynamics. For him, context and lived situations often serve as the most valuable learning spaces for making decisions.

\
He holds a Law degree from Andalas University and completed a leadership training program organized by Blue Ventures Conservation, reinforcing his participatory and inclusive approach. He is also an active founding member of Qbar Society, and part of the WARSI Society and HuMA networks.

\
His leadership is rooted in the belief that meaningful change cannot be achieved alone. For Rifai, leadership is not about position—but about the courage to listen, to build solidarity, and to walk together toward lasting impact. \n 

Rifai saat ini menjabat sebagai Ketua Pengurus Sekretariat Aliansi Kolibri (AK). Keterlibatannya di AK berangkat dari keyakinannya atas semangat dan energi kolektif para anggotanya untuk membangun organisasi yang berkontribusi nyata dalam menghadapi krisis iklim. Baginya, AK bukan sekadar wadah kerja sama, tetapi ruang bersama untuk memperkuat gerakan masyarakat sipil akar rumput yang berpihak pada keadilan sosial dan ekologis.

\
Keterlibatannya dalam isu lingkungan dan hak asasi manusia dimulai sejak masa kuliah, melalui diskusi pergerakan mahasiswa yang membahas demokrasi, HAM, hingga keberlanjutan. Kegelisahan pribadi terhadap berbagai persoalan sosial mendorongnya untuk terjun langsung ke lapangan. Pada tahun 1997, ia mulai terlibat dalam advokasi masyarakat di Padang, Sumatera Barat, khususnya terkait dampak pembangunan dan ekspansi perkebunan sawit. Pada tahun 2000, ia mendirikan Perkumpulan Qbar, sebuah organisasi yang fokus pada perlindungan hak masyarakat adat dan pembangunan berkelanjutan, di mana ia menjabat sebagai direktur eksekutif pertama.

\
Sepanjang kariernya, ia juga menjabat sebagai Ketua Pengurus Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM-anggota AK) serta aktif memperkuat tata kelola kelembagaan, pencarian pendanaan, dan pengelolaan program di berbagai organisasi. Ia percaya bahwa kepemimpinan dibentuk bukan hanya oleh pelatihan formal, tetapi juga oleh pengalaman nyata dalam menghadapi dinamika sosial yang kompleks. Bagi dirinya, konteks dan situasi sering kali menjadi ruang belajar terbaik dalam mengambil keputusan.

\
Ia meraih gelar Sarjana Hukum dari Universitas Andalas dan mengikuti pelatihan kepemimpinan yang diselenggarakan oleh Blue Ventures Conservation, memperkuat pendekatannya yang partisipatif dan inklusif. Saat ini, ia juga aktif sebagai pendiri dan anggota Perkumpulan Qbar, serta menjadi bagian dari jejaring Perkumpulan WARSI dan Perkumpulan HuMA.

\
Prinsip kepemimpinannya berakar pada kepercayaan bahwa perubahan besar tidak bisa dikerjakan sendiri. Baginya, kepemimpinan bukanlah tentang posisi, melainkan keberanian untuk mendengar, membangun solidaritas, dan berjalan bersama untuk menciptakan dampak yang nyata.

thumbnail

Rifai

The Kolibri Alliance is a network of twelve grassroots Indigenous organizations working to build climate resilience in Indonesia's agricultural sector. Currently, the alliance consists of twelve grassroots and Indigenous organizations, spanning twelve forested districts across the Indonesian archipelago.

Aliansi Kolibri adalah jejaring yang terdiri dari dua belas organisasi akar rumput dan masyarakat adat yang bekerja untuk membangun ketahanan iklim di sektor pertanian Indonesia. Saat ini, aliansi ini mencakup dua belas organisasi lokal yang tersebar di dua belas kabupaten berhutan di berbagai wilayah lintas kepulauan Indonesia.

Member Page Intro

Member Section (Landing Page)

Progress has been made by the central government of Indonesia to reduce deforestation, encourage social forestry, and drive forest restoration, with a focus on peatland and mangrove forests. Complementing this trend, the promotion of jurisdictional sustainability has gradually been adopted by local governments that see the potential benefits of sustainable development. These changes, especially at the subnational level, however, need to be maintained in the medium to long-term. Lessons from other countries, especially in Latin America, show that changes in governments, especially at the national level, can put forests at risk again.

Pemerintah pusat Indonesia telah membuat kemajuan dalam mengurangi deforestasi, mendorong kehutanan sosial, dan menggerakkan restorasi hutan, dengan fokus pada hutan gambut dan mangrove. Seiring dengan tren ini, promosi keberlanjutan jurisdiksional secara bertahap telah diadopsi oleh pemerintah daerah yang melihat potensi manfaat dari pembangunan berkelanjutan. Namun, perubahan ini, terutama di tingkat subnasional, perlu dipertahankan dalam jangka menengah hingga panjang. Pelajaran dari negara lain, terutama di Amerika Latin, menunjukkan bahwa perubahan pemerintahan, terutama di tingkat nasional, dapat kembali menempatkan hutan dalam bahaya.

\+62 251 836-83-49

sekretariat@kolibri.or.id

Contact Us

Kontak Kami

FAQ Page Cover

Cover Halaman FAQ

**Bogor, West Java**

Jalan Papandayan No. 10 Babakan, Bogor Tengah, Indonesia

**Bogor, Jawa Barat**

Jalan Papandayan No. 10 Babakan, Bogor Tengah, Indonesia

Location

Lokasi

Publications

Publikasi

Publication Page Cover

Cover Halaman Publikasi

Donate Page

Halaman Donasi

Our Stories Page Cover

Cover Halaman Cerita Kami

Our Works Page Cover

Cover Halaman Karya Kami

Member Page Cover

Cover Halaman Member

Research and innovation in sustainable natural resource management by grassroots organisations. Indonesian civil society organisations, including local non-profit organisations and thematic networks, are on the frontline of driving changes for the benefit of society and nature.

Penelitian dan inovasi dalam pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan oleh organisasi akar rumput. Organisasi masyarakat sipil di Indonesia, termasuk organisasi nirlaba lokal dan jaringan tematik, berada di garis depan dalam mendorong perubahan demi kepentingan masyarakat dan alam.

Landing Page Cover

Cover Halaman Utama

\
Progress has been made by the central government of Indonesia to reduce deforestation, encourage social forestry, and drive forest restoration, with a focus on peatland and mangrove forests. Complementing this trend, the promotion of jurisdictional sustainability has gradually been adopted by local governments that see the potential benefits of sustainable development. These changes, especially at the subnational level, however, need to be maintained in the medium to long term. Lessons from other countries, especially in Latin America, show that changes in governments, especially at the national level, can put forests at risk again. To ensure that positive changes can be sustained, there should be:

\
* strong local civil society organizations that advocate and demand sustainability from local governments and monitor the progress of their commitments.
* strong local civil society organizations that understand and promote rights, including human rights, land rights, and the acknowledgment and protection of Indigenous rights.
* civil society organizations have the knowledge and capacity to find legal avenues for achieving sustainability and the recognition and protection of rights.
* local civil society organizations that can support research-based policies and regulations for sustainability at the sub-national level.

  \

Indonesian civil society organizations, including local non-profit organizations and thematic networks, are on the frontline of driving changes for the benefit of society and nature. Consequently, reducing deforestation while improving the welfare of rural Indonesian households depends on strong civil society organizations that are capable of advocating and implementing meaningful change. Indonesian civil society organizations, including national networks and local non-government organizations, face an array of systematic challenges that undermine their capability to drive change. These issues include a lack of organizational capability, a lack of access to technical and scientific knowledge and expertise, and a lack of sustainable, especially unrestricted funding sources.

\
These challenges mean that civil society organizations, especially in the outer islands of Indonesia, have been driven by projects and international funding, which means that many locally important issues have remained unaddressed. Examples of these include mining booms in Eastern Indonesia, in particular, “green minerals” for electric vehicle supply chains in Sulawesi, sand mining in Nusa Tenggara Timur, and farming systems and climate change adaptation.

\
The Kolibri Alliance: Where are we now?

Supported by the International Development Research Centre (IDRC) and the Oak Foundation, the Kolibri Alliance was established in 2021 after six grassroots Indigenous organizations joined forces to build a network of non-government organizations (NGOs) in five provinces to build climate resilience in the agricultural sector. The journey continued with support from the Climate and Land Use Alliance (CLUA), where the Kolibri Alliance became a legal entity in 2022, with eleven members spread across ten provinces.

\
In addition to Kaleka, the eleven grassroots and Indigenous organizations that are currently members of the Kolibri Alliance include:

* Serikat Petani Kelapa Sawit ([SPKS](https://www.spks.or.id/)) is an oil palm farmers association based in the islands of Sumatra and Kalimantan. Its members aim to promote sustainable oil palm plantations in Indonesia.
* Sekolah Rakyat Butuni ([SERABUT](https://kolibri.or.id/members/sekolah-rakyat-butuni-1698910782)), located in Southeast Sulawesi, supports people’s education and equips them to organize their own land rights and environmental protection.
* Wahana Tani Mandiri ([WTM](https://wahanatanimandiri.org/)), based in Sikka District, East Nusa Tenggara, promotes community forestry, environmental protection, sustainable farming, and customary rights recognition.
* Yayasan Citra Mandiri Mentawai ([YCMM](https://www.ycmmentawai.org/)), which is based in Mentawai District, West Sumatra, supports Indigenous Peoples in managing natural resources sustainably in the district.
* Jaringan Komunitas Masyarakat Adat ([JKMA](https://www.jkma-aceh.org/)) Aceh supports the acknowledgment of customary rights and protection of customary forests while enhancing local livelihoods to reduce deforestation.
* Lembaga Bela Banua Talino ([LBBT](https://lbbt.or.id/)) is an organization focused on promoting policy changes at the regional level and conducting human rights education activities with Indigenous Peoples in West Kalimantan at the community level.
* [BANTAYA](https://kolibri.or.id/members/06202024-021523-1718849723) strives to establish fair governmental regulations for the ownership and management of natural resources that prioritize the rights of Indigenous Peoples and the environment in rural areas of Central Sulawesi.
* Lembaga Penelitian dan Pengembangan Neya ([LPPN](https://kolibri.or.id/members/08222024-012758-1724290078)), based in Kotawaringin Barat, is an organization focused on researching and developing the environment and society, aiming to enable civil society to obtain its rights and dignity in regional policies.
* [Yayasan Gambut](https://yayasangambut.org/), based in Pekanbaru, supports the management of wetland natural resources through strategic partnerships with various stakeholders in realizing sustainable management for communities living around forest areas, peat ecosystems & coastal ecosystems.
* [Samitra Lingkungan](https://www.instagram.com/samitra_lingkungan/), an organization that means friend of the environment, works in planting trees, caring for springs, restoring environmentally friendly agricultural practices, and is actively involved in actions in the watershed areas of Wonosobo Regency.
* [Walestra ](https://walestra.or.id/)(Wahana Pelestarian dan Advokasi Hutan Sumatera), based in Jambi, encourages the birth of natural resource policies that are participatory, transparent, accountable, fair, and sustainable to encourage the realization of sustainable management and guarantee the rights of indigenous and local communities.

  \
  Eleven members of the Kolibri Alliance have been working in 11 forested districts distributed across the Indonesian archipelago (see Figure 1 below).

 ![](https://lh7-rt.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXdD0f0qX7DG87CqLiHpvjwrtkXaEn5jK64Abys_QgM4_DwE4pLPtvfeLcXwPv13qs825qkIoWmfEXSqbZJJPbNpHlbH_5hovXlPjjTKfM_rrzB3JVPIlzGPGp9Q_K-6T80ckhJhrA?key=P7qhjN3I_Nsry1NWKoWdyg)

*Figure 1. Distribution map of Kolibri Alliance Members*

\
Kolibri Alliance aims to strengthen the individual capacity of grassroots Indigenous organizations to (Figure 2):

* conduct applied research on the topics of resilient, rural livelihoods, including piloting and refining effective models to support adaptation to climate change and conserving biodiversity and natural resources,
* strengthen their financial and administrative capacity, including managing projects,
* improve their technological knowledge and access to technology on the topic of resilient and profitable rural livelihoods,
* build a network for sharing lessons, knowledge, and experience across different geographies and
* build an alliance to improve fundraising for members and, ultimately, create a fund to ensure the strong financial capacity of the members.

  \

Being strong local organizations, the members of Kolibri Alliance:

* Will advocate for change to achieve sustainable and equitable policies with local governments using scientific information and robust evidence,
* will provide innovative solutions and livelihood models to rural communities to help them practice resilient rural livelihoods that are profitable, meet their nutritional needs, and enable them to adapt to the extreme weather of climate change and
* will be able to transparently and responsibly manage their organization and projects, which will enable them to raise more funds independently to achieve their vision and mission. \n 

The Alliance aims to overcome the existing challenges faced by civil society organizations due to the following points:

* Current funding modalities do not provide resources to organizations that can advocate for political and policy change, or funding is not provided to address critical local issues.
* Support to communities is provided on an ad hoc project basis rather than through ongoing support.
* It is challenging for local organizations to fundraise by themselves for topics that are important to their local communities.

 ![Figure 2. The roles of Kolibri Alliance’s members](https://lh7-rt.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXfj2lV3TLereBOu6FP4Wt6tewM-cXx5WNzLrW7Lq8AgE5YK0OnuUN7BOSkrdQl_lkhLplh2LOcmNeCDvHyyI4H413PPtYElFxlSX-cfTvkO_-Lp87-Jhwzd91P0bVltS9XQnLx28R22CZzcU_UTVXH8gU3g?key=P7qhjN3I_Nsry1NWKoWdyg)

Kemajuan telah dicapai oleh pemerintah Indonesia untuk mengurangi deforestasi, mendorong perhutanan sosial, dan mendorong restorasi hutan dengan fokus pada lahan gambut dan hutan bakau. Melengkapi tren ini, promosi keberlanjutan yurisdiksi secara bertahap telah diadopsi oleh pemerintah daerah yang melihat potensi manfaat dari pembangunan berkelanjutan. Namun, perubahan ini perlu dipertahankan dalam jangka menengah hingga jangka panjang, terutama pada tingkat daerah. Pelajaran dari negara lain, khususnya di Amerika Latin, menunjukkan bahwa perubahan politik dalam pemerintahan, terutama di tingkat nasional, dapat mengancam keberlanjutan hutan. Untuk memastikan perubahan positif dapat dipertahankan, harus ada:

\
* organisasi masyarakat sipil lokal yang kuat yang mengadvokasi dan menuntut keberlanjutan kepada pemerintah daerah dan memantau progres komitmen mereka;
* organisasi masyarakat sipil lokal yang kuat yang memahami dan mempromosikan hak-hak, termasuk hak asasi manusia, hak tanah dan pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat;
* organisasi masyarakat sipil memiliki pengetahuan dan kapasitas untuk menemukan jalan hukum untuk mencapai keberlanjutan dan pengakuan serta perlindungan hak; dan
* organisasi masyarakat sipil lokal yang dapat mendukung kebijakan dan peraturan berbasis penelitian untuk keberlanjutan di tingkat subnasional. \n 

Organisasi masyarakat sipil Indonesia, termasuk organisasi nirlaba lokal dan jaringan nasional, berada di garis depan dalam mendorong perubahan untuk kepentingan masyarakat dan alam. Bagaimanapun, pengurangan deforestasi dan peningkatan kesejahteraan rumah tangga pedesaan Indonesia bergantung pada organisasi masyarakat sipil yang kuat yang mampu mengadvokasi dan mengimplementasikan perubahan yang berarti. Organisasi masyarakat sipil Indonesia, termasuk jaringan nasional dan organisasi non-pemerintah di tingkat lokal, menghadapi serangkaian tantangan sistematis yang melemahkan kemampuan mereka untuk mendorong perubahan. Isu-isu ini meliputi: kurangnya kemampuan organisasi; kurangnya akses ke pengetahuan dan keahlian teknis dan ilmiah; dan kurangnya sumber pendanaan yang berkelanjutan, terutama sumber pendanaan yang tidak dibatasi.

\
Tantangan-tantangan ini berarti bahwa organisasi masyarakat sipil, khususnya di pulau-pulau terluar Indonesia, didorong oleh proyek-proyek dan pendanaan internasional, yang berarti masih banyak permasalahan lokal yang penting namun belum terselesaikan. Contohnya antara lain ledakan pertambangan di Indonesia Timur, khususnya “bahan mineral hijau” di Sulawesi yang digunakan untuk memenuhi rantai pasok kendaraan listrik, dan penambangan pasir di Nusa Tenggara Timur, serta sistem pertanian dan adaptasi perubahan iklim.

\
Aliansi Kolibri: Dimana kami sekarang?

Didukung oleh International Development Research Center (IDRC) dan Oak Foundation, Aliansi Kolibri didirikan pada tahun 2021 setelah enam organisasi masyarakat sipil akar rumput di tingkat lokal bergabung untuk membangun jaringan organisasi non-pemerintah (LSM) di lima provinsi untuk membangun ketahanan iklim di sektor pertanian. Perjalanan ini berlanjut dengan dukungan Climate and Land Use Alliance (CLUA) hingga Aliansi Kolibri memiliki badan hukum pada tahun 2022 dan kini memiliki sebelas anggota tersebar di sepuluh provinsi. \n Selain Kaleka, sebelas organisasi yang saat ini tergabung dalam Aliansi Kolibri antara lain:

* [SPKS (Serikat Petani Kelapa Sawit)](https://spks.or.id/) adalah asosiasi petani kelapa sawit yang bertujuan untuk mempromosikan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia dengan anggota yang tersebar di pulau Sumatera dan Kalimantan.
* [SERABUT (Sekolah Rakyat Butuni)](https://kolibri.or.id/id/members/sekolah-rakyat-butuni-1698910782), terletak di Sulawesi Tenggara, bekerja untuk mendukung pendidikan rakyat agar mampu mengorganisir diri sendiri berkenaan dengan hak atas tanah dan perlindungan lingkungan.
* [WTM (Wahana Tani Mandiri)](https://wahanatanimandiri.org/), adalah asosiasi petani kelapa sawit yang bertujuan untuk mempromosikan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia dengan anggota yang tersebar di pulau Sumatera dan Kalimantan.
* [YCMM (Yayasan Citra Mandiri Mentawai)](https://www.ycmmentawai.org/), yang berbasis di Kabupaten Mentawai, Sumatera Barat, telah memberikan dukungan untuk memberdayakan masyarakat adat untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan di kabupaten tersebut.
* [JKMA (Jaringan Komunitas Masyarakat Adat)](https://www.jkma-aceh.org/) adalah organisasi lokal yang terletak di Provinsi Aceh, yang mendukung pengakuan hak adat dan melindungi hutan adat sekaligus meningkatkan mata pencaharian lokal untuk mengurangi deforestasi.
* [LBBT (Lembaga Bela Banua Talino)](https://lbbt.or.id/) adalah organisasi yang berfokus pada perubahan kebijakan di tingkat daerah (advokasi kebijakan) dan meningkatkan kesadaran masyarakat adat (advokasi HAM) di Kalimantan Barat melalui edukasi mengenai hak-hak masyarakat di tingkat komunitas.
* [BANTAYA](https://kolibri.or.id/id/members/06202024-021523-1718849723) berupaya untuk mewujudkan sistem kepemilikan dan pengelolaan sumber daya alam yang adil serta mengedepankan hak-hak masyarakat adat dan lingkungan hidup di wilayah pedesaan Sulawesi Tengah.
* [LPPN (Lembaga Penelitian dan Pengembangan Neya)](https://kolibri.or.id/id/members/08222024-012758-1724290078) berbasis di Kotawaringin Barat merupakan organisasi yang fokus pada penelitian dan pengembangan lingkungan dan masyarakat, yang bertujuan agar masyarakat sipil memperoleh hak dan martabatnya dalam kebijakan pemerintah daerah.
* [Yayasan Gambut](https://yayasangambut.org/) berbasis di Pekanbaru mendukung pengelolaan sumber daya alam lahan basah melalui kemitraan strategis dengan berbagai stakeholder dalam mewujudkan pengelolaan yang berkelanjutan bagi masyarakat yang hidup di sekitar wilayah hutan, ekosistem gambut & ekosistem pesisir.
* [Samitra Lingkungan](https://www.instagram.com/samitra_lingkungan/) organisasi yang memiliki makna teman lingkungan ini berkerja di bidang penanaman pohon, merawat mata air, mengembalikan praktek pertanian ramah lingkungan dan terlibat aktif dalam aksi-aksi di Daerah Aliran Sungai di Kabupaten Wonosobo.
* [Walestra (Wahana Pelestarian dan Advokasi Hutan Sumatera)](https://walestra.or.id/) berbasis di Jambi mendorong lahirnya kebijakan sumber daya alam yang partisipatif, transparan, bertanggung gugat, berkeadilan dan berkelanjutan dalam rangka mendorong terwujudnya pengelolaan secara berkelanjutan serta menjamin hak-hak masyarakat adat dan lokal. \n 

Sebelas anggota Aliansi Kolibri tersebut telah bekerja di 11 kabupaten yang memiliki tutupan hutan, yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia.

 ![](https://lh7-rt.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXcQ6D8JOVsZ2RhQzBLFJK4QfR8JeIRIVJ1Xhflb08jIDQIoGxfWLwDpiNzJqIjDG1Xy-WpOH7F7et404ZxI_bi8Bhh7T6x_gwhL9Qla-EAejwJ1bIg6vg_ilYVok-4tiFOT5RHIqw?key=P7qhjN3I_Nsry1NWKoWdyg)

*Gambar 1: Peta Sebaran Anggota Aliansi Kolibri di Indonesia*

\
Aliansi Kolibri bertujuan untuk memperkuat kapasitas individu dari organisasi lokal akar rumput untuk (Gambar 2):

* melakukan penelitian terapan tentang topik mata pencaharian pedesaan yang tangguh, termasuk percontohan dan penyempurnaan model yang efektif, untuk mendukung adaptasi terhadap perubahan iklim dan melestarikan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam;
* memperkuat kapasitas keuangan dan administrasi untuk mengelola program dan proyek
* meningkatkan pengetahuan teknis, akses terhadap teknologi dalam topik tentang mata pencaharian pedesaan yang tangguh dan menguntungkan;
* membangun jaringan untuk membagi pembelajaran, pengetahuan, dan pengalaman di berbagai wilayah;
* membangun suatu aliansi untuk membantu usaha penggalangan dana bagi anggota dan, pada akhirnya, menciptakan pendanaan untuk memastikan kapasitas keuangan yang tangguh oleh para anggota.

  \

Sebagai organisasi lokal yang kuat, anggota Aliansi Kolibri:

* akan mengadvokasi perubahan bersama pemerintah daerah untuk membentuk peraturan yang mendukung keberlanjutan dan keadilan pengelolaan sumber daya alam, serta menggunakan informasi ilmiah dan bukti yang kuat sebagai dasarnya;
* akan memberikan solusi inovatif dan model-model penghidupan kepada masyarakat pedesaan untuk membantu mereka mempraktikkan penghidupan pedesaan yang tangguh, menguntungkan, memenuhi kebutuhan gizi mereka dan memungkinkan mereka beradaptasi dengan cuaca ekstrim akibat perubahan iklim;
* akan dapat mengelola organisasi dan program/proyek mereka secara transparan dan bertanggung jawab yang memungkinkan mereka mengumpulkan lebih banyak dana secara mandiri untuk mencapai visi dan misi mereka.

Aliansi Kolibri bertujuan untuk mengatasi tantangan yang ada yang dihadapi oleh organisasi masyarakat sipil karena hal-hal berikut:

* modalitas pendanaan saat ini tidak menyediakan sumber daya bagi organisasi yang dapat mengadvokasi perubahan politik dan kebijakan atau pendanaan tidak disediakan untuk menangani isu-isu lokal yang krusial;
* dukungan kepada masyarakat diberikan berdasarkan proyek *ad hoc* daripada melalui dukungan berkelanjutan;
* cukup sulit bagi organisasi lokal untuk menggalang dana sendiri untuk topik yang penting bagi komunitas yang mereka dampingi.

 ![Gambar 2. Peran-peran Anggota Aliansi Kolibri](https://lh7-rt.googleusercontent.com/docsz/AD_4nXfvOEL0O-6GE8Xuh-u_jUg2-caJoJkNmWj0fCWP0DUIf_lG4N0pya07ZHOfYuDVJiGekuFjqTmh4IE0gjWCWCbEZJkitzE41kKDy7Ed1Q1DpBHXOtd5A1jkBzt11cvfybMhN1if3y3GQFS9CA4uprVKjsEi?key=P7qhjN3I_Nsry1NWKoWdyg)